Sabtu, Maret 03, 2012

You Belong with Me (Part 1)

hi there. cerita ini diilhami dari lagu yang dinyanyiin salah seorang penyanyi favorit gue. You Belong With Me by Taylor Swift. enjoy :) tapi part 1 nya dulu yaaa... hehehe :D


You Belong with Me


            Nadira menyibakkan tirai jendela kamarnya dan mendapati Alqa sedang serius menulis sesuatu di atas meja belajarnya. Cukup lamanya Nadira termenung memperhatikan anak tetangganya itu hingga dengan tiba – tiba Alqa mengangkat kepalanya. Pemuda itu tersenyum. Nadira tersentak dan sontak menutup tirai jendelanya dengan satu gerakan cepat. Nadira merasakan jantungnya berdegup kencang. Disibaknya sedikit tirai itu, mengintip. Ternyata Alqa masih berdiri di depan jendelanya. Menunggu gadis itu, seperti hendak menunjukkan sesuatu. Menyadari pemuda itu masih tetap menunggu, Nadira membuka tirainya semakin lebar.
            “Ngintip?” Tanya Alqa melalui kertas buku gambarnya yang ia tunjukan melalui jendela.
            “Nggak, kok!” balas Nadira dengan cara yang sama.
            “Terus?”
            “Lagi mikir.”
            “About me?”
            “Absolutely NOT!”
            Alqa menertawakan kekesalan Nadira. Gadis itu cemberut dan menutup kembali tirai jendelanya dengan sedikit kasar. Nadira kembali mengintip, Alqa masih tertawa di sana. Nadira tersenyum dan diam – diam merasa sangat senang melihat Alqa tertawa. Gadis itu membuka lembaran baru pada buku gambarnya dan menuliskan sederetan huruf berukuran besar di atasnya.
            ‘I Love You’
            Nadira mendekat ke jendela, ingin menunjukkan tulisan itu pada Alqa. Tapi hal itu tidak sempat dilakukannya karena tirai jendela kamar Alqa telah tertutup.

***
            Nadira duduk di bangku yang terletak di antara rumahnya dan rumah Alqa. Seperti biasa, gadis itu terlihat sedang membaca novel yang tebalnya bahkan melebihi kamus bahasa Inggris keluaran Oxford. Nadira adalah seorang kutu buku sejati! Itu pulalah alasan Alqa memberi panggilan khusus pada gadis itu, Bug. Alqa melihat gadis berkaca mata tebal yang sudah dianggapnya sahabat karib itu dan mendekatinya. Nadira kaget sedikit melihat Alqa telah duduk di sampingnya.
            “Hi, Bug!” sapa Alqa.
            “Hi…” balas Nadira malas.
            Alqa mengernyit sedikit mendengar sapaan dari sahabatnya itu. Alqa menarik kacamata tebal Nadira dengan raut cuek.
            “Apaan sih lo, Al? sini balikin kacamata gue!” sungut Nadira.
            “Siapa suruh elo nyuekin gue?” sahut Alqa cuek.
            Nadira kesal mendengar jawaban Alqa. Alqa memang benar, Nadira tidak seharusnya bersikap cuek terhadap Alqa. Tapi mau bagaimana lagi, setiap Alqa terlihat rapi dan wangi seperti ini, berarti pemuda itu sedang ada janji dengan seorang gadis yang merupakan gebetannya. Terang saja Nadira uring – uringan dibuatnya. Tapi dasar cowok, emang nggak peka!
            “Al, sini deh, balikin kacamata gue!” kata Nadira memohon.
            Alqa tersenyum cuek dan memasangkan kacamata tebal itu kembali ke wajah Nadira. Mata mereka bertemu sebentar sebelum Nadira buru – buru mengalihkan pandangannya. Alqa masih menatap Nadira, mencoba menemukan titik focus mata gadis itu, tapi ia telah berpaling. Akhirnya Alqa menghela napas.
            “Lagi baca apaan, sih?” Tanya Alqa.
            Nadira tidak menjawab, diangkatnya saja novelnya dan menunjukkan sampulnya pada Alqa. Alqa cuek – cuek saja.
            “Mau pergi, ya?” Tanya Nadira akhirnya, tidak tahan diam – diaman begitu dengan Alqa.
            “Ya.”
            “Dengan siapa kali ini?”
            Alqa tergelak. “Menurut lo gue ini cowok tengik yang suka ganti – ganti cewek, ya?”
            Nadira hanya mengangkat bahu.
            “Gue ada janji mau pergi nonton bareng Alexa.”
            Nadira melotot mendengar jawaban Alqa. “Alexa?!” tanyanya setengah teriak.
            Alqa mengangguk.
            “Kapten cheers tim rugby sekolah kita?” Nadira masih tidak percaya.
            Alqa mengangguk lagi. “Kenapa? Kok kayaknya lo nggak percaya gitu? Tim cheers kan latihannya di lapangan rugby, di situ gue kenal dia lebih dekat,” terang Alqa.
            “Hmm, yeah! Secara elo kapten tim rugby sekolah kita!” dengus Nadira sinis.
            Dan yang lo liat udah pasti kapten tim cheers, ketimbang gue yang Cuma seorang pemain clarinet grup drum band. Walaupun gue juga latihan di lapangan rugby, lo nggak pernah menyadarinya. Tambah Nadira dalam hati.
            Menyadari perubahan suasana hati Nadira, Alqa kembali menatap gadis itu. Kali ini Nadira tidak mengalihkan tatapannya. Mereka berdua terdiam sejenak, Alqa menyelipkan rambut Nadira ke balik telinga gadis itu untuk melihat wajahnya lebih jelas. Nadira merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Tidak ada dari mereka yang bergeming hingga suara klakson yang memekakkan telinga terdengar dari sebuah sedan merah super mewah yang berhenti di depan mereka.
            “Gue pergi dulu…” ujar Alqa lemah dan berjalan menuju mobil tersebut.
            Alexa tampak berdiri angkuh di sisi mobilnya, gadis itu memandang Nadira sinis. Tatapannya jelas menunjukkan bahwa ia tidak suka Nadira dekat – dekat dengan Alqa. Mobil itu berlalu, Alqa membuka jendelanya dan melambaikan tangan pada Nadira, gadis itu mebalas dengan lambaian lemah.
            Sampai kapan gue kayak gini? Batinnya geram.

***

            Nadira sedang duduk gelisah di dalam kamarnya. Dia melihat melalui jendela kamarnya ke kamar Alqa. Tapi pemuda itu tidak ada di sana. Cukup lama kamar itu kosong hingga kemudian Alqa masuk dengan telepon genggam di telinganya. Sepertinya pemuda itu sedang menelepon seorang gadis.
            Pasti si kapten cheers! Tebak Nadira.
            Tapi dari gelagatnya, sepertinya Alqa dan Alexa sedang ada masalah yang tidak baik. Dapat dilihat dari kekesalan yang tergambar di raut wajah Alqa, dan cara pemuda itu membanting ponselnya ketika pembicaraan telah usai. Alqa melihat ke jendela dan mendapati Nadira sedang menunjukkan sesuatu melalui buku gambarnya. Pemuda itu mendekat ke jendela untuk melihatnya lebih jelas.
            “You OK?” Tanya Nadira.
            “Tired of drama!”
            “Sorry…”
            Alqa hanya mengangkat bahu. Nadira sekali lagi menuliskan kalimat ‘I Love You’ dan akan menunjukkannya pada Alqa ketika pemuda itu baru saja menutup tirai jendelanya. Nadira merobek kertas tersebut dan bertekad secepatnya ia akan menyampaikan perasaannya ini pada Alqa.
            Nadira tau Alqa bahkan sebenarnya tidak pernah cocok dengan Alexa. Gadis itu pun yakin Alqa menyadari hal itu. Sifat mendominasi Alexa benar – benar menjadikan Alqa seolah – olah hanya kacung oleh gadis itu. Alexa tidak pernah tau apa yang sebenarnya disenangi oleh Alqa, bagaimana ia menyukai music jazz, tentang mimpinya untuk menjadi seorang musisi dan pencipta lagu dalam jenis music tersebut, bahkan tenatang dirinya yang sebenarnya tidak menyukai pergaulan yang terlalu bebas. Mungkin Alexa hanya tau bahwa Alqa menyenangi olahraga rugby. Jelas, karena pemuda itu sebagai kapten handal tim yang selalu membanggakan sekolah mereka.
            Satu hal yang lebih diyakini oleh Nadira, Alqa pun pasti tidak pernah menceritakan dirinya sedetil itu kepada Alexa yang merupakan tipikal gadis angkuh, egois, dan mendominasi, namun sangat cantik dan populer di sekolahan. Berbeda sekali jika pemuda itu sedang bersama Nadira. Alqa selalu menceritakan apapun tentang dirinya pada gadis itu. Alqa yang selalu berhias senyum, yang tidak pernah Nadira lihat dipertunjukkan pemuda itu kepada orang lain demi menjaga wibawanya sebagai kapten tim rugby kebanggaan sekolah.
            Hhh… nadira menghela napas. Diambilnya gitar kesayangannya yang disandarkan ke lemari. Jemarinya mulai memetik senar gitar, dan dari bibir mungilnya terdengar senandung pelan nan merdu.

But she wears shorts skirt, I wear T-Shirt
She’s cheer captain and I’m on the bleachers
Dreaming ‘bout the day when you wake up and find
That what you’re looking for has been here
The whole time…

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mengatakan...