Jumat, Juni 08, 2012

bukan menghapus jejak

hi there! kebiasaan kalo libur di rumah adalah suka lupa waktu. hell yeah, gue memang lebih banyak berleha - leha ketika hari libur ini dihabiskan di rumah. kamar dan kasur yang berantakan seakan memiliki koneksi tersendiri dengan tubuh ini. ha! alibi yang sempurna.

anyway, gue baru saja berkunjung ke sebuah "blook" yang keren, dan sebuah paragraf dalam sebuah postingan terbaru di sana sangat menggelitik gue.

Aku tak pernah benar-benar mengerti mengapa orang-orang merasa senang jika tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni? Bagiku, ketabahan selalu berkesan murung—atau kadang-kadang sok kuat. Misalnya, mengapa rintik rindu harus dirahasiakan dari pohon yang berbunga? Bukankah terlalu banyak rahasia perasaan yang tak menemukan jawabannya—menyakiti dirinya sendiri dan berpura-pura kuat dalam ketabahan yang dibuat-buat? Haruskah selalu berkata pada diri sendiri “kamu harus kuat” kalau kenyataannya kita tidak kuat? Haruskah kita terus-menerus bersikap “sabar” atau “tabah” sementara wajah kita murung, langkah kita pelan-pelan, dan mundur—padahal ribuan orang lain berlari menuju masa depan mereka dengan jiwa yang tenang dan perasaan yang riang? 


walaupun gue tidak sepenuhnya mengerti makna dari paragraf di atas, tapi beberapa kalimat justru terasa seperti "gue banget"! kenapa kita harus meyakinkan diri dengan berkata "aku harus kuat" di saat kita justru sangat susah menahan tangis. bagaimana kita terus mengatakan pada diri kita bahwa "aku baik - baik saja", padahal kenyataannya justru adalah "bagaimana aku bisa baik - baik saja dengan kondisiku yang seperti ini?". kenapa kita justru harus meninggalkan saja masa lalu kita yang kelam dan bangkit dari tanpa harus melihat makna dibalik kesalahan - kesalahan yang telah kita lakukan. kenapa kita harus berpura - pura tabah?



sekali saja gue ingin menangis sangat keras di hadapan mereka dan meneriakkan, "aku tidak sanggup lagi! ini bukan jalanku! aku tidak ingin menjalani ini lebih lama! aku ingin kembali menjadi diriku, mengikuti kemauanku!". seandainya, hanya seandainya jika saja gue tau apa yang sebenarnya gue inginkan. apa tepatnya yang ingin gue raih. ha! ironisnya, justru gue sama sekali tidak tau jawaban atas pekikan - pekikan gue sendiri.

tapi satu yang gue pelajari dari blook-nya om Fahd, kita tidak lantas harus melupakan masa lalu jika kita ingin melangkah ke masa depan. that's right!

Masa lalu adalah milik masa lalu, masa kini milik kita, dan masa depan selalu menarik sebagai rahasia… Maka biarkan ‘kita yang buruk sekaligus peragu di masa lalu’, tinggalkan, tetapi tak perlu dihapus: Sebab sesekali kita perlu menengoknya untuk merayakan kita yang telah berubah di masa kini dan akan menjadi lebih baik di masa depan


p.s. jadi apa makna sebenarnya dibalik lirik lagu "Menghapus Jejakmu"-nya Peter Pan? kita memang harus "meninggalkan" jejak di masa lalu tapi tidak untuk "menghapusnya", bukan? :D 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mengatakan...